ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HEMODIALISA
A. Pengertian
Hemodialisa
adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis
digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit
akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis
adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya,
dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Hemodialisis
berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi
hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah
melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi Dialisis RSUD
Dr. Doris Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur
dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk
ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan
buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (www.medicastore.com)
.
B. Dasar-dasar
Hemodialisis
Setiap
1 juta penduduk terdapat 25-50 orang mengalami gagal ginjal terminal
(GGT)/tahun.
Bila tidak diobati
: meninggal dunia
Bila diobati
dengan terapi pengganti (TP) : masih dapat hidup bertahun-tahun.
Terapi Pengganti
(TP) : 1. Hemodialisa
2. CAPD
(Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
3.
Transplantasi ginjal
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pada pasien dengan
kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik sampai pada
stadium gagal ginjal terminal, dengan bantuan mesin hemodialisa. Ada 3 unsur penting yang
saling terkait pada proses hemodialisa yaitu : sirkuit darah (saluran
ekstrakorporeal), ginjal buatan (dializer), dan sirkuit dialisat.
Prinsip pada hemodialisis, mesin memompa darah dari tubuh pasien ke
dalam dializer, dan dari sisi lain cairan dialisat dialirkan kedalam dializer.
Didalam dializer inilah proses dialysis terjadi. Darah yang sudah didialisis
atau sudah dibersihkan dipompa kembali kedalam tubuh. Untuk kelancaran dan
keberhasilan proses hemodialisis dengan mesin hemodialisis diperlukan suatu
prosedur tentang tindakan hemodialisis.
C.
Tujuan
Hemodilisa
Tujuan
hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
D.
Indikasi
Hemodialisa
1.
Indikasi
segera
Koma, perikarditis, atau efusi
pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi
atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2.
Indikasi
dini
[ Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental,
penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan
kulitas hidup.
[ Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12
mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3.
Frekuensi
Hemodialisa
Frekuensi
dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan
berhasil jika:
§ penderita kembali menjalani hidup normal
§ penderita kembali menjalani diet yang
normal
§ jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§ tekanan darah normal
§ tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
E.
Peralatan
Haemodialisa
1.
Arterial – Venouse Blood Line
(AVBL)
AVBL terdiri dari :
a)
Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic
yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju
dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b)
Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang
menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh
pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming
volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan
kompartemen dialiser.
Bagian-bagian
dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing
udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah
herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2.
Dializer /ginjal buatan
(artificial kidney)
Adalah
suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang
/kompartemen,yaitu:
Ø Kompartemen darah yaitu ruangan yang
berisi darah
Ø Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang
berisi dialisat
Ø Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran
semipermiabel.
Ø Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua
ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3.
Air
water treatment
Air dalam
tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument).
Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien
adalah sekitar 120 Liter.
4.
Larutan Dialisat
Dialisat
adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran
beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate
ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
5.
Mesin hemodialisis
Ada bermacam-macam
mesin hemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood
pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari
blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya
kesalahan. Dan komponen
tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi,
program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6.
Perlengkapan
hemodilaisis lainnya
Ø Jarum punksi, adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan
punksi akses vaskuler, macamnya :
¶ Single needle
Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai dua cabang, yang satu untuk
darah masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya dilakukan sekali.
¶ AV – Fistula
Jarum yang
bentuknya seperti wing needle tetapi ukurannya besar. Jika menggunakan AV –
Fistula ini, dilakukan dua kali penusukan.
F.
Komplikasi
Hemodialisa
Komplikasi
|
Penyebab
|
Demam
Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal
(anafilaksis)
Tekanan darah rendah
Gangguan irama jantung
Emboli udara
Perdarahan usus, otak, mata atau perut
|
·
Bakteri
atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
·
Dialisat terlalu panas
·
Alergi
terhadap zat di dalam mesin
·
Tekanan darah rendah
·
Terlalu banyak cairan yg
dibuang
·
Kadar kalium & zat
lainnya yg abnormal dalam darah
·
Udara
memasuki darah di dalam mesin
·
Penggunaan
heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan
|
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HEMODIALISA
A. Pengertian
Hemodialisa
adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis
digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit
akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis
adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya,
dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang
selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak
dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan
beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001).
Hemodialisis
berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang
berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi
hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah
melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi Dialisis RSUD
Dr. Doris Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur
dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin
diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk
ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan
buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan (www.medicastore.com)
.
B. Dasar-dasar
Hemodialisis
Setiap
1 juta penduduk terdapat 25-50 orang mengalami gagal ginjal terminal
(GGT)/tahun.
Bila tidak diobati
: meninggal dunia
Bila diobati
dengan terapi pengganti (TP) : masih dapat hidup bertahun-tahun.
Terapi Pengganti
(TP) : 1. Hemodialisa
2. CAPD
(Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
3.
Transplantasi ginjal
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pada pasien dengan
kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik sampai pada
stadium gagal ginjal terminal, dengan bantuan mesin hemodialisa. Ada 3 unsur penting yang
saling terkait pada proses hemodialisa yaitu : sirkuit darah (saluran
ekstrakorporeal), ginjal buatan (dializer), dan sirkuit dialisat.
Prinsip pada hemodialisis, mesin memompa darah dari tubuh pasien ke
dalam dializer, dan dari sisi lain cairan dialisat dialirkan kedalam dializer.
Didalam dializer inilah proses dialysis terjadi. Darah yang sudah didialisis
atau sudah dibersihkan dipompa kembali kedalam tubuh. Untuk kelancaran dan
keberhasilan proses hemodialisis dengan mesin hemodialisis diperlukan suatu
prosedur tentang tindakan hemodialisis.
C.
Tujuan
Hemodilisa
Tujuan
hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.
D.
Indikasi
Hemodialisa
1.
Indikasi
segera
Koma, perikarditis, atau efusi
pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi
atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2.
Indikasi
dini
[ Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental,
penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan
kulitas hidup.
[ Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12
mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3.
Frekuensi
Hemodialisa
Frekuensi
dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan
berhasil jika:
§ penderita kembali menjalani hidup normal
§ penderita kembali menjalani diet yang
normal
§ jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§ tekanan darah normal
§ tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.
E.
Peralatan
Haemodialisa
1.
Arterial – Venouse Blood Line
(AVBL)
AVBL terdiri dari :
a)
Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic
yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju
dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b)
Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang
menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh
pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming
volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan
kompartemen dialiser.
Bagian-bagian
dari AVBL dan kopartemen adalah
konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing
udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah
herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
2.
Dializer /ginjal buatan
(artificial kidney)
Adalah
suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang
/kompartemen,yaitu:
Ø Kompartemen darah yaitu ruangan yang
berisi darah
Ø Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang
berisi dialisat
Ø Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran
semipermiabel.
Ø Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua
ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3.
Air
water treatment
Air dalam
tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air
sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga
memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument).
Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien
adalah sekitar 120 Liter.
4.
Larutan Dialisat
Dialisat
adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran
beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate
ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
5.
Mesin hemodialisis
Ada bermacam-macam
mesin hemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood
pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari
blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya
kesalahan. Dan komponen
tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi,
program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6.
Perlengkapan
hemodilaisis lainnya
Ø Jarum punksi, adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan
punksi akses vaskuler, macamnya :
¶ Single needle
Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai dua cabang, yang satu untuk
darah masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya dilakukan sekali.
¶ AV – Fistula
Jarum yang
bentuknya seperti wing needle tetapi ukurannya besar. Jika menggunakan AV –
Fistula ini, dilakukan dua kali penusukan.
F.
Komplikasi
Hemodialisa
Komplikasi
|
Penyebab
|
Demam
Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal
(anafilaksis)
Tekanan darah rendah
Gangguan irama jantung
Emboli udara
Perdarahan usus, otak, mata atau perut
|
·
Bakteri
atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
·
Dialisat terlalu panas
·
Alergi
terhadap zat di dalam mesin
·
Tekanan darah rendah
·
Terlalu banyak cairan yg
dibuang
·
Kadar kalium & zat
lainnya yg abnormal dalam darah
·
Udara
memasuki darah di dalam mesin
·
Penggunaan
heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan
|
Gambar pasien yang menjalani hemodialisa
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
klien
2.
Riwayat
Penyakit
a)
Riwayat
penyakit infeksi
b)
Riwayat
penykit batu/obstruksi
c)
Riwayat
pemakaian obat-obatan
d)
Riwayat
penyakit endokrin
e)
Riwayat
penyakit vaskuler
f)
Riwayat
penyakit jantung
3.
Data
interdialisis (klien hemodialisis rutin)
Data
interdialisis meliputi :
a)
Berat
badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana klien merasa
enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak
ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis.
b)
Berat
badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat badan post
hemodialisis yang lalu (Kg).
c)
Kapan
terakhir hemodialisis.
4.
Pemeriksaan
Fisik
a)
Keadaan
umum klien
Æ Data subjektif : lemah badan, cepat lelah,
melayang.
Æ Data objektif : nampak sakit, pucat
keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas
terengah-engah.
b)
Kepala
Retinopati
Konjunktiva anemis
Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai
mata merah (red eye syndrome).
Rambut ronok
Muka tampak sembab
Bau mulut amoniak
c)
Leher
© Vena
jugularis meningkat/tidak
© Pembesaran kelenjar/tidak
d)
Dada
¶ Gerakkan napas kanan/kiri
seimbang/simetris
¶ Ronckhi basah/kering
¶ Edema paru
e)
Abdomen
¯ Ketegangan
¯ Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut
pada kunjungan berikutnya).
¯ Kram perut
¯ Mual/munta
f)
Kulit
Æ Gatal-gatal
Æ Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
Æ Kulit
kering dan bersisik
Æ keringat dingin, lembab
Æ perubahan turgor kulit
g)
Ekstremitas
Ó Kelemahan gerak
Ó Kram
Ó Edema (ekstremitas atas/bawah)
Ó Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses
vaskuler
5.
Pemeriksaan
persistem
a)
System
kardiovaskuler
Æ Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk
dengan dahak/riak, berdarah/tidak.
Æ Data objektif : hipertensi, kardiomegali,
nampak sembab dan susah bernapas.
b)
System
pernapasan
Æ Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah
terengah-engah saat beraktifitas.
Æ Data objektif : edema paru, dispnea,
ortopnea, kusmaul.
c)
Sistem
pencernaan
Æ Data subjektif napsu makan turun,
mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa
kali sehari.
Æ Data objektif : cegukan, melena/tidak.
d)
Sistem
Neuromuskuler
Æ Data subjektif : tungkai lemah, parestesi,
kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala.
Æ Data objektif : neuropati perifer, asteriksis
dan mioklonus, nampak menahan nyeri.
e)
Sistem
genito – urinaria
Æ Data subjektif : libido menurun, noktoria,
oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita).
Æ Data objektif : edema pada system genital.
f)
System
psikososial
Æ Integritas ego
@ Stressor : financial, hubungan dan komunikasi
@ Merasa tidak mampu dan lemah
@ Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung
@ Perubahan body image
@ Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif
@ Pemahaman klien dan keluarga terhadap
diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang.
Æ Interaksi social
@ Denial, menarik diri dari lingkungan
@ Perubahan fungsi peran dikeluarga dan
masyarakat.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan menurut Marilynn E.Denges, 1999 adalah sebagai
berikut :
1)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya
protein selama dialisis, pembatasan diet.
2)
Kerusakan
mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan
kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
3)
Kurang
perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
4)
Risiko
tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan,
perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
5)
Perubahan
proses piker sehubungan dengan perubahan fisiologis.
6)
Ansietas
sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
7)
Gangguan
citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
8)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan
kognitif.
C.
Intervensi
dan Implementasi
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya
protein selama dialisis, pembatasan diet.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji masukkan dan haluaran pasien setiap hari.
R : mengidentifikasi kekurangan kalori
setiap hari.
Ø Anjurkan pasien mempertahankan masukkan makanan
harian sesuai anjuran diet yang ditentukan.
R : membantu pasien menyadari kebutuhan dietnya.
Ø Ukur massa
otot melalui lipatan trisep atau tonus otot.
R : mengkaji keadekuatan nutrisi melalui
pengukuran perubahan deposit lemak yang menentukan ada/tidaknya katabolisme
jaringan.
Ø Perhatikan adanya mual/muntah.
R : mengidentifikasi gejala yang menyertai
akumulasi toksin endogen, mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam
perencanaan menu.
R : Dapat meningkatkan pemasukan oral dan
meningkatakan perasaan control/tanggung jawab.
Ø Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
R : meningkatkan pemasukan nutrisi.
Ø Berikan perawatan mulut sering.
R : menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak enak dimulut.
Ø Kolaborasi, kebutuhan diet dengan ahli gizi.
R : berguna untuk program diet individu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Ø Kolaborasi, pemberian multivitamin.
R : menggantikan kehilangan vitamin karena
malnutrisi/anemia atau selama dialysis.
Ø Kolaborasi, pengawasan kadar
protein/albumin serum.
R : merupakan indikator kebutuhan protein.
Ø Kolaborasi, pemberian antiemetik.
R : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
Ø Kolaborasi, sarankan penggunaan selang
nasogastrik jika diindikasikan.
R : diperlukan jika terjadi muntah menetap
atau bila makan enteral diinginkan.
2.
Kerusakan
mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan,
gangguan persepsi/kognitif.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji keterbatasan aktivitas.
R : mempengaruhi intervensi.
Ø Ubah posisi secara sering bila tirah baring;
dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal.
R : menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan
kekuatan otot,/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan
kulit.
Ø Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit,
pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
R : Mencegah iritasi kulit.
Ø Dorong napas dalam dan batuk.
R : memobilisasi sekresi, memperbaiki
ekspansi paru.
Ø Berikan pengalihan dengan tepat pada
kondisi pasien (pengunjung, radio/TV, buku).
R : menurunkan kebosanan, meningkatkan
relaksasi.
Ø Bantu dalam latihan rentang gerak
aktif/pasif.
R : mempertahankan kelenturan sendi, mencegah
kontraktur dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.
Ø Buat dalam rencana program aktivitas
dengan masukkan dari pasien.
R : meningkatkan energi pasien dan
mengontrol perasaan sejahtera.
3.
Kurang
perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Tentukan skala kemampuan pasien untuk
berpartisispasi dalam aktivitas perawatan diri (skala 0-4).
Æ 0 = mandiri
penuh
Æ 1 = memerlukan
penggunaan alat
Æ 2 = memerlukan bantuan bantuan orang llain untuk
pertolongan, pengawasan, pengajaran.
Æ 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan
peralatan/alat bantu.
Æ 4 = ketergantungan penuh/tidak dapat
berpartisipasi dalam aktivitas.
R : kondisi dasar akan menentukan tingkat
kekurangan/kebutuhan.
Ø Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan
yang diperlukan.
R : memenuhi kebutuhan dengan mendukung
partisipasi dan kemandirian pasien.
Ø Anjurkan untuk menggunakan teknik
menghemat energi, melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi.
R : menghemat energi, menurunkan kelelahan,
danmeningkatkan kemapuan pasien untuk melakukan tugas.
Ø Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien
cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan optimal.
R : pendekatan yang tenang menurunkan frustasi,
meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.
4.
Risiko tinggi
terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola
diet, penurunan motilitas usus.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji kemampuan defekasi , frekuensi, warna,
konsistensi dan flatus.
R : menilai seberapa berat gangguan
defekasi, memudahkan intervensi.
Ø Observasi ada/tidak bising usus dan
distensi abdomen.
R : bising usus mungkin hipoaktif atau
hiperaktif, menandakan adanya gangguan peristaltic usus, mempengaruhi
intervensi.
Ø Instruksikan pasien dalam bantuan
eleminasi, defekasi.
R : upaya meningkatkan pola defekasi normal
yang optimal.
Ø Berikan kepada pasien tentang efek diet (cairan
dan serat) pada eleminasi.
R : cairan dan serat baik untuk pencernaan, feses
menjadi lunak dan mudah untuk defekasi.
Ø Instruksikan pasien menghindari mengejan
selama selama defekasi.
R : mengejan mengeluarkan banyak energi, sehingga
dapat mengakibatkan kelelahan, pusing dan pingsan.
Ø Konsultasikan/kolaborasi dokter pemberian :
pelembut feses, enema, laksatif.
R : membantu pasien dalam kemudahan eleminasi
defekasi, feses lembut dan mudah dikeluarkan.
Ø Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan diet.
R : Pengaturan makanan yang baik
mencegah/mengurangi feses keras/kering, memudahkan defekasi.
5.
Perubahan
proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji perubahan perilaku / perubahan dalam
tingkat kesadaran (orientasi waktu, tempat, orang).
R : mengindikasikan tingkat toksisitas
uremik, respons terhadap terjadinya komplikasi dialysis.
Ø Berikan penjelasan sederhana tentang
kondisi, orientasikan kembali dengan sering.
R : memperbaiki orientasi realita.
Ø Berikan lingkungan aman, bila perlu pasang
pagar tempat tidur.
R : mencegah trauma dan/ atau penglepasan
aliran dialisis/kateter tidak hati – hati.
Ø Selidiki keluhan sakit kepala, sehubungan
dengan timbulnya mual/muntah, kacau/agitasi, hipertensi, tremor, atau kejang.
R : dapat menunjukkan terjadinya sindrom
ketidakseimbangan yang dapat terjadi mendekati selesainya/menyertai
hemodialisa.
Ø Awasi perubahan dalam pola bicara,
terjadinya dimensia, aktivitas mioklunos selama heaemodialisa.
R : kadang – kadang akumulasi aluminium
dapat menyebabkan demensia dialisis, berlanjut ke kematian bila tidak diatasi.
Ø Kolaborasi pengawasan BUN/kreatinin,
glukosa serum, ubah/ganti konsentrasi dialisat atau tambahkan insulin sesuai
indikasi.
R : mengikuti kemajuan/perbaikan azotemia.
Ø Kolaborasi, ambil kadar aluminium sesuai
indikasi.
R : peningkatan dapat memperingatkan ancaman keterlibatan
serebral/demensia dialisis.
Ø Kolaborasi, berikan obat-obatan sesuai
indikasi.
R : bila terjadi sindrom disekuilibrium selama
dialisis, obat – obatan mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang selama
perubahan pada program dialisis atau kesinambungan terapi.
6.
Ansietas
sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji dan catat tingkat kecemasan pasien setiap
pergantian shift.
R : tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat,
panik) mungkin mengalami perubahan setiap kali pergantian shift sehingga
mempengaruhi intervensi.
Ø Kaji koping individu dalam mengatasi ansietas
sebelumnya.
R : mekanisme koping yang sama mungkin diperlukan
untuk mengatasi kecemasan saat ini.
Ø Kaji kemampuan pasien dalam pengambilan
keputusan.
R : pasien dengan ansietas bersikap tampak ragu –
ragu, ini akan mempengaruhi intervensi.
Ø Sediakan informasi factual menyakngkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pemahaman, mengurangi kecemasan.
Ø Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik
relaksasi.
R : mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan
nyaman.
Ø Berikan dukungan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya.
R : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya akan memberikan perasaan lega dan mengurangi
ansietas.
Ø Konsultasikan/kolaborasi dengan dokter,
pengobatan untuk mengurangi ansietas.
R : ansietas berlebihan baik dari segi kualitas
maupun kuaantitas memerlukan penanganan lebih lanjut seperti pemberian
obat-obatan untuk memberikan perasaan tenang.
7.
Gangguan
citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi
dan pengobatan, dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
R : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi.
Ø Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada
pasien.
R : beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerimanya.
Ø Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif
menggunakan pengingkaran atau perilaku yang yang mengindikasikan terlalu
mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
R : indicator terjadinya kesulitan menangani
stress terhadap apa yang terjadi.
Ø Kaji penggunaan substansi adiktif (contoh,
alkohol), pengrusakkan diri/perilaku bunuh diri.
R : menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk
menangani masalah dalam tindakan tidak efektif.
Ø Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda
depresi berat/lama.
R : indentifikasi tahap yang sedang pasien alami
memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi
lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut.
Ø Akui kenormalan perasaan.
R : pengenalan perasaan tersebut diharapkan
membantu pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif.
Ø Dorong pasien untuk menyatakan konflik kerja
dan pribadi yang mungkin timbul, dan dengar dengan aktif.
R : membantu pasien mengidentifikasi dan solusi
masalah.
8.
Kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan saat ini.
R : mengidentifikasi seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.
Ø Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
tentang keadaan saat ini.
R : mengurangi kecemasan, meningkatkan
pengetahuan dan menghasilkan penerimaan dan kerjasama yang baik dalam proses
terapi.
Ø Anjurkan pasien dan keluarga untuk
memperhatikan anjuran dietnya.
R : diet yang tepat dan benar membantu dalam
proses penyembuhan.
Ø Dorong dan berikan kesempatan pasien untuk
bertanya.
R : meningkatkan proses belajar, meningkatkan
pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.
Ø Minta pasien dan keluarga untuk mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.
Evaluasi
1.
Menunjukkan
berat badan stabil atau meningkat dengan nilai laboratorium normal.
2.
Mempertahankan
mobillitas atau fungsi optimal yang dapat dilakukan.
3.
Berpartisispasi
pada aktivitas sehari – hari dalam tingkat kemampuan diri/keterbatasan
penyakit.
4.
Mempertahankan
pola fungsi usus normal.
5.
Mengenal
perubahan dalam berpikir/perilaku dan menunjukkan perilaku untuk
mencegah/meminimalkan perubahan.
6.
Menyatakan
perasaan cemas berkurang/terkontrol, menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
dan penggunaan sumber secara efektif, tampak rileks/dapat tidur dan istirahat
secara tepat.
7.
Mengidentifikasi
perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri,
menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, menunjukkan adaptasi terhadap
perubahan/kejadian yang telah terjadi.
8.
Menyatakan
pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan ; melakukan tindakan
secara benar dan dapat menjelaskan alas an tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Burnama,
Erawati F. 2007, Protap Perawatan Klien
Haemodialisa. Instalasi Dialisis
RSUD Dr. Doris
Sylvanus. Palangka Raya.
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.
Nursalam,
M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta
: Salemba Medika.
Gambar pasien yang menjalani hemodialisa
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
1.
Identitas
klien
2.
Riwayat
Penyakit
a)
Riwayat
penyakit infeksi
b)
Riwayat
penykit batu/obstruksi
c)
Riwayat
pemakaian obat-obatan
d)
Riwayat
penyakit endokrin
e)
Riwayat
penyakit vaskuler
f)
Riwayat
penyakit jantung
3.
Data
interdialisis (klien hemodialisis rutin)
Data
interdialisis meliputi :
a)
Berat
badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana klien merasa
enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak
ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis.
b)
Berat
badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat badan post
hemodialisis yang lalu (Kg).
c)
Kapan
terakhir hemodialisis.
4.
Pemeriksaan
Fisik
a)
Keadaan
umum klien
Æ Data subjektif : lemah badan, cepat lelah,
melayang.
Æ Data objektif : nampak sakit, pucat
keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas
terengah-engah.
b)
Kepala
Retinopati
Konjunktiva anemis
Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai
mata merah (red eye syndrome).
Rambut ronok
Muka tampak sembab
Bau mulut amoniak
c)
Leher
© Vena
jugularis meningkat/tidak
© Pembesaran kelenjar/tidak
d)
Dada
¶ Gerakkan napas kanan/kiri
seimbang/simetris
¶ Ronckhi basah/kering
¶ Edema paru
e)
Abdomen
¯ Ketegangan
¯ Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut
pada kunjungan berikutnya).
¯ Kram perut
¯ Mual/munta
f)
Kulit
Æ Gatal-gatal
Æ Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
Æ Kulit
kering dan bersisik
Æ keringat dingin, lembab
Æ perubahan turgor kulit
g)
Ekstremitas
Ó Kelemahan gerak
Ó Kram
Ó Edema (ekstremitas atas/bawah)
Ó Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses
vaskuler
5.
Pemeriksaan
persistem
a)
System
kardiovaskuler
Æ Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk
dengan dahak/riak, berdarah/tidak.
Æ Data objektif : hipertensi, kardiomegali,
nampak sembab dan susah bernapas.
b)
System
pernapasan
Æ Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah
terengah-engah saat beraktifitas.
Æ Data objektif : edema paru, dispnea,
ortopnea, kusmaul.
c)
Sistem
pencernaan
Æ Data subjektif napsu makan turun,
mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa
kali sehari.
Æ Data objektif : cegukan, melena/tidak.
d)
Sistem
Neuromuskuler
Æ Data subjektif : tungkai lemah, parestesi,
kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala.
Æ Data objektif : neuropati perifer, asteriksis
dan mioklonus, nampak menahan nyeri.
e)
Sistem
genito – urinaria
Æ Data subjektif : libido menurun, noktoria,
oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita).
Æ Data objektif : edema pada system genital.
f)
System
psikososial
Æ Integritas ego
@ Stressor : financial, hubungan dan komunikasi
@ Merasa tidak mampu dan lemah
@ Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung
@ Perubahan body image
@ Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif
@ Pemahaman klien dan keluarga terhadap
diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang.
Æ Interaksi social
@ Denial, menarik diri dari lingkungan
@ Perubahan fungsi peran dikeluarga dan
masyarakat.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan menurut Marilynn E.Denges, 1999 adalah sebagai
berikut :
1)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya
protein selama dialisis, pembatasan diet.
2)
Kerusakan
mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan
kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
3)
Kurang
perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
4)
Risiko
tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan,
perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
5)
Perubahan
proses piker sehubungan dengan perubahan fisiologis.
6)
Ansietas
sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
7)
Gangguan
citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
8)
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan
kognitif.
C.
Intervensi
dan Implementasi
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya
protein selama dialisis, pembatasan diet.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji masukkan dan haluaran pasien setiap hari.
R : mengidentifikasi kekurangan kalori
setiap hari.
Ø Anjurkan pasien mempertahankan masukkan makanan
harian sesuai anjuran diet yang ditentukan.
R : membantu pasien menyadari kebutuhan dietnya.
Ø Ukur massa
otot melalui lipatan trisep atau tonus otot.
R : mengkaji keadekuatan nutrisi melalui
pengukuran perubahan deposit lemak yang menentukan ada/tidaknya katabolisme
jaringan.
Ø Perhatikan adanya mual/muntah.
R : mengidentifikasi gejala yang menyertai
akumulasi toksin endogen, mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam
perencanaan menu.
R : Dapat meningkatkan pemasukan oral dan
meningkatakan perasaan control/tanggung jawab.
Ø Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
R : meningkatkan pemasukan nutrisi.
Ø Berikan perawatan mulut sering.
R : menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral
dan rasa tak enak dimulut.
Ø Kolaborasi, kebutuhan diet dengan ahli gizi.
R : berguna untuk program diet individu untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Ø Kolaborasi, pemberian multivitamin.
R : menggantikan kehilangan vitamin karena
malnutrisi/anemia atau selama dialysis.
Ø Kolaborasi, pengawasan kadar
protein/albumin serum.
R : merupakan indikator kebutuhan protein.
Ø Kolaborasi, pemberian antiemetik.
R : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
Ø Kolaborasi, sarankan penggunaan selang
nasogastrik jika diindikasikan.
R : diperlukan jika terjadi muntah menetap
atau bila makan enteral diinginkan.
2.
Kerusakan
mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan,
gangguan persepsi/kognitif.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji keterbatasan aktivitas.
R : mempengaruhi intervensi.
Ø Ubah posisi secara sering bila tirah baring;
dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal.
R : menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan
kekuatan otot,/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan
kulit.
Ø Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit,
pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
R : Mencegah iritasi kulit.
Ø Dorong napas dalam dan batuk.
R : memobilisasi sekresi, memperbaiki
ekspansi paru.
Ø Berikan pengalihan dengan tepat pada
kondisi pasien (pengunjung, radio/TV, buku).
R : menurunkan kebosanan, meningkatkan
relaksasi.
Ø Bantu dalam latihan rentang gerak
aktif/pasif.
R : mempertahankan kelenturan sendi, mencegah
kontraktur dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.
Ø Buat dalam rencana program aktivitas
dengan masukkan dari pasien.
R : meningkatkan energi pasien dan
mengontrol perasaan sejahtera.
3.
Kurang
perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Tentukan skala kemampuan pasien untuk
berpartisispasi dalam aktivitas perawatan diri (skala 0-4).
Æ 0 = mandiri
penuh
Æ 1 = memerlukan
penggunaan alat
Æ 2 = memerlukan bantuan bantuan orang llain untuk
pertolongan, pengawasan, pengajaran.
Æ 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan
peralatan/alat bantu.
Æ 4 = ketergantungan penuh/tidak dapat
berpartisipasi dalam aktivitas.
R : kondisi dasar akan menentukan tingkat
kekurangan/kebutuhan.
Ø Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan
yang diperlukan.
R : memenuhi kebutuhan dengan mendukung
partisipasi dan kemandirian pasien.
Ø Anjurkan untuk menggunakan teknik
menghemat energi, melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi.
R : menghemat energi, menurunkan kelelahan,
danmeningkatkan kemapuan pasien untuk melakukan tugas.
Ø Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien
cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan optimal.
R : pendekatan yang tenang menurunkan frustasi,
meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.
4.
Risiko tinggi
terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola
diet, penurunan motilitas usus.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji kemampuan defekasi , frekuensi, warna,
konsistensi dan flatus.
R : menilai seberapa berat gangguan
defekasi, memudahkan intervensi.
Ø Observasi ada/tidak bising usus dan
distensi abdomen.
R : bising usus mungkin hipoaktif atau
hiperaktif, menandakan adanya gangguan peristaltic usus, mempengaruhi
intervensi.
Ø Instruksikan pasien dalam bantuan
eleminasi, defekasi.
R : upaya meningkatkan pola defekasi normal
yang optimal.
Ø Berikan kepada pasien tentang efek diet (cairan
dan serat) pada eleminasi.
R : cairan dan serat baik untuk pencernaan, feses
menjadi lunak dan mudah untuk defekasi.
Ø Instruksikan pasien menghindari mengejan
selama selama defekasi.
R : mengejan mengeluarkan banyak energi, sehingga
dapat mengakibatkan kelelahan, pusing dan pingsan.
Ø Konsultasikan/kolaborasi dokter pemberian :
pelembut feses, enema, laksatif.
R : membantu pasien dalam kemudahan eleminasi
defekasi, feses lembut dan mudah dikeluarkan.
Ø Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan diet.
R : Pengaturan makanan yang baik
mencegah/mengurangi feses keras/kering, memudahkan defekasi.
5.
Perubahan
proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji perubahan perilaku / perubahan dalam
tingkat kesadaran (orientasi waktu, tempat, orang).
R : mengindikasikan tingkat toksisitas
uremik, respons terhadap terjadinya komplikasi dialysis.
Ø Berikan penjelasan sederhana tentang
kondisi, orientasikan kembali dengan sering.
R : memperbaiki orientasi realita.
Ø Berikan lingkungan aman, bila perlu pasang
pagar tempat tidur.
R : mencegah trauma dan/ atau penglepasan
aliran dialisis/kateter tidak hati – hati.
Ø Selidiki keluhan sakit kepala, sehubungan
dengan timbulnya mual/muntah, kacau/agitasi, hipertensi, tremor, atau kejang.
R : dapat menunjukkan terjadinya sindrom
ketidakseimbangan yang dapat terjadi mendekati selesainya/menyertai
hemodialisa.
Ø Awasi perubahan dalam pola bicara,
terjadinya dimensia, aktivitas mioklunos selama heaemodialisa.
R : kadang – kadang akumulasi aluminium
dapat menyebabkan demensia dialisis, berlanjut ke kematian bila tidak diatasi.
Ø Kolaborasi pengawasan BUN/kreatinin,
glukosa serum, ubah/ganti konsentrasi dialisat atau tambahkan insulin sesuai
indikasi.
R : mengikuti kemajuan/perbaikan azotemia.
Ø Kolaborasi, ambil kadar aluminium sesuai
indikasi.
R : peningkatan dapat memperingatkan ancaman keterlibatan
serebral/demensia dialisis.
Ø Kolaborasi, berikan obat-obatan sesuai
indikasi.
R : bila terjadi sindrom disekuilibrium selama
dialisis, obat – obatan mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang selama
perubahan pada program dialisis atau kesinambungan terapi.
6.
Ansietas
sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji dan catat tingkat kecemasan pasien setiap
pergantian shift.
R : tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat,
panik) mungkin mengalami perubahan setiap kali pergantian shift sehingga
mempengaruhi intervensi.
Ø Kaji koping individu dalam mengatasi ansietas
sebelumnya.
R : mekanisme koping yang sama mungkin diperlukan
untuk mengatasi kecemasan saat ini.
Ø Kaji kemampuan pasien dalam pengambilan
keputusan.
R : pasien dengan ansietas bersikap tampak ragu –
ragu, ini akan mempengaruhi intervensi.
Ø Sediakan informasi factual menyakngkut
diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pemahaman, mengurangi kecemasan.
Ø Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik
relaksasi.
R : mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan
nyaman.
Ø Berikan dukungan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya.
R : memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengungkapkan perasaannya akan memberikan perasaan lega dan mengurangi
ansietas.
Ø Konsultasikan/kolaborasi dengan dokter,
pengobatan untuk mengurangi ansietas.
R : ansietas berlebihan baik dari segi kualitas
maupun kuaantitas memerlukan penanganan lebih lanjut seperti pemberian
obat-obatan untuk memberikan perasaan tenang.
7.
Gangguan
citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi
dan pengobatan, dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
R : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi.
Ø Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada
pasien.
R : beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerimanya.
Ø Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif
menggunakan pengingkaran atau perilaku yang yang mengindikasikan terlalu
mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
R : indicator terjadinya kesulitan menangani
stress terhadap apa yang terjadi.
Ø Kaji penggunaan substansi adiktif (contoh,
alkohol), pengrusakkan diri/perilaku bunuh diri.
R : menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk
menangani masalah dalam tindakan tidak efektif.
Ø Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda
depresi berat/lama.
R : indentifikasi tahap yang sedang pasien alami
memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi
lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut.
Ø Akui kenormalan perasaan.
R : pengenalan perasaan tersebut diharapkan
membantu pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif.
Ø Dorong pasien untuk menyatakan konflik kerja
dan pribadi yang mungkin timbul, dan dengar dengan aktif.
R : membantu pasien mengidentifikasi dan solusi
masalah.
8.
Kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang
terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Intervensi
/ Implementasi
Ø Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga
tentang kondisi, prognosis dan pengobatan saat ini.
R : mengidentifikasi seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.
Ø Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
tentang keadaan saat ini.
R : mengurangi kecemasan, meningkatkan
pengetahuan dan menghasilkan penerimaan dan kerjasama yang baik dalam proses
terapi.
Ø Anjurkan pasien dan keluarga untuk
memperhatikan anjuran dietnya.
R : diet yang tepat dan benar membantu dalam
proses penyembuhan.
Ø Dorong dan berikan kesempatan pasien untuk
bertanya.
R : meningkatkan proses belajar, meningkatkan
pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.
Ø Minta pasien dan keluarga untuk mengulangi
kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
D.
Evaluasi
1.
Menunjukkan
berat badan stabil atau meningkat dengan nilai laboratorium normal.
2.
Mempertahankan
mobillitas atau fungsi optimal yang dapat dilakukan.
3.
Berpartisispasi
pada aktivitas sehari – hari dalam tingkat kemampuan diri/keterbatasan
penyakit.
4.
Mempertahankan
pola fungsi usus normal.
5.
Mengenal
perubahan dalam berpikir/perilaku dan menunjukkan perilaku untuk
mencegah/meminimalkan perubahan.
6.
Menyatakan
perasaan cemas berkurang/terkontrol, menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
dan penggunaan sumber secara efektif, tampak rileks/dapat tidur dan istirahat
secara tepat.
7.
Mengidentifikasi
perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri,
menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, menunjukkan adaptasi terhadap
perubahan/kejadian yang telah terjadi.
8.
Menyatakan
pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan ; melakukan tindakan
secara benar dan dapat menjelaskan alas an tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Burnama,
Erawati F. 2007, Protap Perawatan Klien
Haemodialisa. Instalasi Dialisis
RSUD Dr. Doris
Sylvanus. Palangka Raya.
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.
Nursalam,
M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta
: Salemba Medika.