Senin, 25 Juni 2012

cara mengatasi ambien


Pengobatan tradisional AMBEIEN


Ambeien atau wasir dalam istilah kedokteran disebut hemorhoids. Gangguan ini terjadi karena pembuluh-pembuluh darah di daerah anus melebar akibat aliran darah ke jantung terhambat. Pembuluh yang melebar tersebut akan ditutupi selaput lendir,kulit,jaringan ikat atau otot-otot polos yang lama kelamaan membengkas ke hingga membentuk tonjolan. Secara anatomi sebenarnya ambeien bukanlah suatu penyakit melainkan perubahan pada bantalan pembuluh darah di daerah dubur.Di mana pada bagian dubur terdapa tiga pembuluh darah atau arteri. Jika salah satunya terganggu atau terdapat bendungan aliran darah maka pembuluh tersebut akan melebar atau membengkak. Hal ini yang disebut ambeien.


Beberapa hal yang memicu terjadinya ambeien yaitu :

-           faktor usia
-           kehamilan
-           kram saat menejan
-           berada dalam posisi duduk atau berdiri terlalu lama
-           sering mengangkat beban yang berat
-           sembelit kronis
-           usus besar yang tidak berfungsi dengan baik karena penggunaan pencahar berlebih
-           diare kronis yang sering buang air besar
-           sering makan makanan yang mengandung banyak cabe dan rempah-rempah yang memicu melebarnya pembuluh
-           darah

Jika ada yang mengatakan ambeien adalah keturunan maka hal tersebut tidak sepenuhnya benar karena hanya 10-15% saja dari kasus yang ada. Gejala dari penyakit ambeien bermacam-macam tergantung dari tingkat keparahannya. Namun pada awalnya adalah keluhan-keluhan saat buang air besar seperti rasa panas, gatal, dan pedih juga nyeri di daerah sekitar anus. Gejala lain adanya benjolan lunak di dubur dan jumlahnya bisa lebih dari satu dan setelah buang air besar terdapat tetesan darah segar di daerah dubur.
Ada 2 macam penyakit wasir, yaitu wasir luar dan wasir dalam. Pada wasir dalam, pembuluh darah ditutupi oleh selaput lendir yang basah di dalam anus. Pada taraf awal memang wasir tidak terlihat dari luar, namun jika sudah membesar akan menonjol keluar.


Gejala awal wasir dalam adalah keluarnya darah saat buang air besar. Pada wasir dalam ini ada beberapa stadium yaitu :


a.         Stadium 1 : tonjolan masih kecil dan belum keluar. Gejalanya darah menetes setiap selesai buang air besar.
b.         Stadium 2 : tonjolan sudah keluar dengan ukuran sedang. Dengan gejala jika selesai buang air besar, tonjolan keluar namun akan masuk kembali saat penderita berdiri.
c.         Stadium 3 : ukuran tonjolan sudah lebih besar. Gejalanya selesai buang air besar tonjolan keluar dan tidak akan masuk lagi kecuali didorong dengan tangan.
d.     
            Stadium 4 : tonjolan sudah sebesar bola tenis. Tonjolan ini tidak dapat masuk kembali meski sudah didorong dan harus dioperasi. Pada wasir luar, kulit sudah menutupi pembuluh darah dan berada di luar anus hingga gampang terlihat. Gejala umum wasir luar adalah rasa sakit atau nyeri dikarenakan pembuluh darah yang pecah. Darah yang pecah tidak keluar namun berkumpul menjadi trombus (darah beku).


CARA PENGOBATAN AMBEIEN :

1.        
BAWANG PUTIH
Tumbuk halus bawang putih secukupnya lalu peras dan ambil airnya. Oleskan air perasan bawang putih di sekitar dubur setiap hari.

2.        
DAUN SALAK
Rebus 3 lembar daun salak dalam 1 gelas air. Saring lalu tambahkan gula merah secukupnya. Minum 2 kali sehari secara
rutin. Pengobatan ini untuk ambeien yang belum parah dan biasanya penyakit akan sembuh dalam 15 hari.

3.        
DAUN WUNGU DAN BAHAN LAIN
Cuci bersih 7 lembar daun ungu dan adas pulosari. Rebus dalam 3 gelas air, biarkan mendidih hingga air tersisa 1 gelas.
Saring dan minum setiap pagi secara teratur.

CATATAN :
Daun wungu atau sering disebutjuga daun ungu (Graptophyllum pictum L.) sudah banyak dikenal sebagai obat ambeien. Daun ini mengandung senyawa flavonoid yang bersifat antinflamasi sehingga mampu mengurangi peradangan, nyeri dan pendarahan pada anus.

4.        
JAMBU BIJI
Cuci bersih beberapa lembar pucuk daun jambu batu muda dan 1 buah pisang batu yang tidak dikupas. Haluskan dan peras hingga mengeluarkan air. Minum air perasan tersebut setiap hari secara rutin sampai penyakit ambeien sembuh.

5.        
JAMUR KUPING
Rebus 15 gr jamur kuping tambahkan gula secukupnya. Hasil rebusan ini dimakan selama beberapa hari.

6.        
KECUBUNG
Rebus bagian batang atau daun kecubung yang telah dibersihkan. Gunakan ramuan untuk mencuci anus secara rutin.

7.        
LIDAH BUAYA
Ambil daging buah dari 1/2 daun lidah buaya yang sudah dibersihkan dan dibuang durinya. Parut lalu tambahkan dengan
1/2 cangkir air masak dan 2 sdm madu. Aduk lalu saring. Minum ramuan 3 kali sehari sampai sembuh. Untuk membantu proses pengobatan,oleskan lidah buaya yang sudah dijus dan dicampur norit serta bubuk gambir secukupnya pada daerah anus yang menderita ambeien.

8.        
PARE
Cuci bersih akar, buah dan biji pare secukupnya lalu tumbuk halus hingga mendapat 1/2 mangkuk air perasan. Campurkan 2 sdm minyak kelapa. Berendamlah dengan air panas pada bagian anus Anda, lalu tempelkan ramuan dengan menggunakan kapas pada anus.

9.        
PEGAGAN
Bersihkan dan potong-potong 5 tanaman pegagan berikut akarnya. Tambahkan 1 cangkir air panas dan didihkan sekitar 5 menit. Biarkan dingin lalu minum sedikit demi sedikit 1 cangkir sehari.

10.       
PISANG KLUTHUK
Parut 1 buah pisang kluthuk atau pisang batu mentah. Peras dan ambil airnya. Campur air perasan pisang dengan adas pulosari secukupnya dan 1 potong gula aren. Aduk, saring kembali. Lalu minum sekaligus.

11.       
SARANG SEMUT
Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia pendans) mengandung flavonoid dan tanin yang tinggi dan terbukti mampu mengobati ambeien. Jika tidak bisa mendapatkan bahan dari tanaman sarang semut secara alami, Anda bisa membeli kapsulnya yang sudah jadi dan banyak dijual di pasaran. Minumlah kapsul sarang semut sesuai anjuran pada kemasan secara rutin sampai ambeien sembuh.

     12.  
TAPE SINGKONG.
Makanlah  tape  singkong  yang   benar-benar  masak  (sangat lembek)  secara  rutin  3  kali  sehari. Lakukan kebiasaan ini walaupun gejala ambeien sudah menghilang. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tape dari bahan lain seperti tape ketan putih atau tape ketan hitam juga  bisa mengobati ambeien,bahkan ambeien yang sudah parah sekalipun. Konon ragi yang terkandung pada tape bisa menyehatkan pencernaan dan saluran pembuangan.

13.       
TERONGUNGU
rebus terong ungu, lidah buaya dan sambiloto hingga mendidih. Gunakan air rebusan ini untuk membasuh anus yang menderita ambeien.

14.       
MENGIKAT GUMPALAN DAGING
Alternatif pengobatan lain jika ambeien sudah keluar adalah dengan mengikat erat gumpalan daging yang keluar
 menggunakan benang jahit nilon. Masukkan kembali daging tersebut ke dalam anus, tunggu 3 sampai 4 hari maka daging tersebut akan putus. Setelah daging lepas minumlah antibiotik untuk mencegah infeksi. Namun, hal ini sebaiknya dilakukan oleh orang yang cukup mengerti tentang kesehatan. Jika Anda awam lebih baik tidak melakukannya Carilah tenaga medis atau berobat ke rumah sakit lebih dianjurkan untuk menangani penyakit Anda.

Selasa, 24 April 2012

PENANGANAN PASIEN HEMODIALISA


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HEMODIALISA




A.     Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). 
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (www.medicastore.com) .

B.     Dasar-dasar Hemodialisis
Setiap 1 juta penduduk terdapat 25-50 orang mengalami gagal ginjal terminal (GGT)/tahun.
Bila tidak diobati : meninggal dunia
Bila diobati dengan terapi pengganti (TP) : masih dapat hidup bertahun-tahun.
Terapi Pengganti (TP) : 1. Hemodialisa
                                       2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
                                       3. Transplantasi ginjal
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pada pasien dengan kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik sampai pada stadium gagal ginjal terminal, dengan bantuan mesin hemodialisa. Ada 3 unsur penting yang saling terkait pada proses hemodialisa yaitu : sirkuit darah (saluran ekstrakorporeal), ginjal buatan (dializer), dan sirkuit dialisat.
Prinsip pada hemodialisis, mesin memompa darah dari tubuh pasien ke dalam dializer, dan dari sisi lain cairan dialisat dialirkan kedalam dializer. Didalam dializer inilah proses dialysis terjadi. Darah yang sudah didialisis atau sudah dibersihkan dipompa kembali kedalam tubuh. Untuk kelancaran dan keberhasilan proses hemodialisis dengan mesin hemodialisis diperlukan suatu prosedur tentang tindakan hemodialisis. 

C.           Tujuan Hemodilisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.

D.          Indikasi Hemodialisa
1.      Indikasi segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2.      Indikasi dini
[  Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
[  Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3.      Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika:
§  penderita kembali menjalani hidup normal
§  penderita kembali menjalani diet yang normal
§  jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§  tekanan darah normal
§  tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

E.           Peralatan Haemodialisa
1.      Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
a)      Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b)      Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.
Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen  adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.

2.      Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen,yaitu:
Ø  Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
Ø  Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Ø  Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Ø  Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3.      Air water treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter. 
4.      Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).


5.      Mesin hemodialisis
Ada bermacam-macam mesin hemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6.      Perlengkapan hemodilaisis lainnya
Ø  Jarum punksi,  adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan punksi akses vaskuler, macamnya :
  Single needle
Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai dua cabang, yang satu untuk darah masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya dilakukan sekali.
  AV – Fistula
Jarum yang bentuknya seperti wing needle tetapi ukurannya besar. Jika menggunakan AV – Fistula ini, dilakukan dua kali penusukan.

F.            Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi
Penyebab
Demam



Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal
(anafilaksis)

Tekanan darah rendah

Gangguan irama jantung


Emboli udara

Perdarahan usus, otak, mata atau perut
·         Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
·         Dialisat terlalu panas

·         Alergi terhadap zat di dalam mesin
·         Tekanan darah rendah


·         Terlalu banyak cairan yg dibuang

·         Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam darah

·         Udara memasuki darah di dalam mesin

·         Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan


ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
HEMODIALISA




A.     Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat (DR. Nursalam M. Nurs, 2006).
Haemodialysis adalah pengeluaran zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun lainnya, dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi membrane yang selektif-permeabel dimana melalui membrane tersebut fusi zat-zat yang tidak dikehendaki terjadi. Haemodialysa dilakukan pada keadaan gagal ginjal dan beberapa bentuk keracunan (Christin Brooker, 2001). 
Hemodialisis berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialysis yang berarti pemisahan atau filtrasi, melalui membrane semi-permeabel. Jadi hemodialisa adalah proses pemisahan atau filtrasi zat-zat tertentu dari darah melalui membrane semi-permeabel (Fery Erawati Burnama (Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Silvanus)).
Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh yang disebut dialyzer. Prosedur ini memerlukan jalan masuk ke aliran darah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, maka dibuat suatu hubungan buatan diantara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (www.medicastore.com) .

B.     Dasar-dasar Hemodialisis
Setiap 1 juta penduduk terdapat 25-50 orang mengalami gagal ginjal terminal (GGT)/tahun.
Bila tidak diobati : meninggal dunia
Bila diobati dengan terapi pengganti (TP) : masih dapat hidup bertahun-tahun.
Terapi Pengganti (TP) : 1. Hemodialisa
                                       2. CAPD (Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis)
                                       3. Transplantasi ginjal
Hemodialisa merupakan salah satu bentuk terapi pada pasien dengan kegagalan fungsi ginjal, baik yang sifatnya akut maupun kronik sampai pada stadium gagal ginjal terminal, dengan bantuan mesin hemodialisa. Ada 3 unsur penting yang saling terkait pada proses hemodialisa yaitu : sirkuit darah (saluran ekstrakorporeal), ginjal buatan (dializer), dan sirkuit dialisat.
Prinsip pada hemodialisis, mesin memompa darah dari tubuh pasien ke dalam dializer, dan dari sisi lain cairan dialisat dialirkan kedalam dializer. Didalam dializer inilah proses dialysis terjadi. Darah yang sudah didialisis atau sudah dibersihkan dipompa kembali kedalam tubuh. Untuk kelancaran dan keberhasilan proses hemodialisis dengan mesin hemodialisis diperlukan suatu prosedur tentang tindakan hemodialisis. 

C.           Tujuan Hemodilisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan.

D.          Indikasi Hemodialisa
1.      Indikasi segera
Koma, perikarditis, atau efusi pericardium, neuropati perifer, hiperkalemi, hipertensi maligna, over hidrasi atau edema paru, oliguri berat atau anuria.
2.      Indikasi dini
[  Gejala uremia
Mual, muntah, perubahan mental, penyakit tulang, gangguan pertumbuhan dan perkembangan seks dan perubahan kulitas hidup.
[  Laboratorium abnormal
Asidosis, azotemia (kreatinin 8-12 mg %) dan Blood Urea Nitrogen (BUN) : 100 – 120 mg %, TKK : 5 ml/menit.
3.      Frekuensi Hemodialisa
Frekuensi dialisa bervariasi, tergantung kepada banyaknya fungsi ginjal yang tersisa, tetapi sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 3 kali/minggu.
Program dialisa dikatakan berhasil jika:
§  penderita kembali menjalani hidup normal
§  penderita kembali menjalani diet yang normal
§  jumlah sel darah merah dapat ditoleransi
§  tekanan darah normal
§  tidak terdapat kerusakan saraf yang progresif.

E.           Peralatan Haemodialisa
1.      Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
a)      Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubing tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna merah.
b)      Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan warna biru. Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen dialiser.
Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen  adalah konektor, ujung runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat ,port darah/merah herah heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.

2.      Dializer /ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang /kompartemen,yaitu:
Ø  Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah
Ø  Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Ø  Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel.
Ø  Dialiser mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua samping untuk keluar masuk dialisat.
3.      Air water treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol). Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah sekitar 120 Liter. 
4.      Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi tertentu. Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu : jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).


5.      Mesin hemodialisis
Ada bermacam-macam mesin hemodilisis sesuai dengan merek nya. Tetapi prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi, kateter vena, blood volume monitor.
6.      Perlengkapan hemodilaisis lainnya
Ø  Jarum punksi,  adalah jarum yang dipakai pada saat melakukan punksi akses vaskuler, macamnya :
  Single needle
Jarum yang dipakai hanya satu, tetapi mempunyai dua cabang, yang satu untuk darah masuk dan yang satu untuk darah keluar. Punksi hanya dilakukan sekali.
  AV – Fistula
Jarum yang bentuknya seperti wing needle tetapi ukurannya besar. Jika menggunakan AV – Fistula ini, dilakukan dua kali penusukan.

F.            Komplikasi Hemodialisa
Komplikasi
Penyebab
Demam



Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal
(anafilaksis)

Tekanan darah rendah

Gangguan irama jantung


Emboli udara

Perdarahan usus, otak, mata atau perut
·         Bakteri atau zat penyebab demam (pirogen) di dalam darah
·         Dialisat terlalu panas

·         Alergi terhadap zat di dalam mesin
·         Tekanan darah rendah


·         Terlalu banyak cairan yg dibuang

·         Kadar kalium & zat lainnya yg abnormal dalam darah

·         Udara memasuki darah di dalam mesin

·         Penggunaan heparin di dalam mesin untuk mencegah pembekuan



Gambar pasien yang menjalani hemodialisa
(dikutip dari www.medicastore.com)




















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.          Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Riwayat Penyakit
a)      Riwayat penyakit infeksi
b)      Riwayat penykit batu/obstruksi
c)      Riwayat pemakaian obat-obatan
d)     Riwayat penyakit endokrin
e)      Riwayat penyakit vaskuler
f)       Riwayat penyakit jantung
3.      Data interdialisis (klien hemodialisis rutin)
Data interdialisis meliputi :
a)      Berat badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana klien merasa enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis.
b)      Berat badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat badan post hemodialisis yang lalu (Kg).
c)      Kapan terakhir hemodialisis.
4.      Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum klien
Æ  Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang.
Æ  Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas terengah-engah.
b)      Kepala
š Retinopati
š Konjunktiva anemis
š Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai mata merah (red eye syndrome).
š Rambut ronok
š Muka tampak sembab
š Bau mulut amoniak
c)      Leher
©      Vena  jugularis meningkat/tidak
©      Pembesaran kelenjar/tidak
d)     Dada
  Gerakkan napas kanan/kiri seimbang/simetris
  Ronckhi basah/kering
  Edema paru
e)      Abdomen
¯  Ketegangan
¯  Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut pada kunjungan berikutnya).
¯  Kram perut
¯  Mual/munta
f)       Kulit
Æ  Gatal-gatal
Æ  Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
Æ   Kulit kering dan bersisik
Æ  keringat dingin, lembab
Æ  perubahan turgor kulit
g)      Ekstremitas
Ó Kelemahan gerak
Ó Kram
Ó Edema (ekstremitas atas/bawah)
Ó Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler
5.      Pemeriksaan persistem
a)      System kardiovaskuler
Æ  Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk dengan dahak/riak, berdarah/tidak.
Æ  Data objektif : hipertensi, kardiomegali, nampak sembab dan susah bernapas.
b)      System pernapasan
Æ  Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah terengah-engah saat beraktifitas.
Æ  Data objektif : edema paru, dispnea, ortopnea, kusmaul.
c)      Sistem pencernaan
Æ  Data subjektif napsu makan turun, mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa kali sehari.
Æ  Data objektif : cegukan, melena/tidak.
d)     Sistem Neuromuskuler
Æ  Data subjektif : tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala.
Æ  Data objektif : neuropati perifer, asteriksis dan mioklonus, nampak menahan nyeri.

e)      Sistem genito – urinaria
Æ  Data subjektif : libido menurun, noktoria, oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita).
Æ  Data objektif : edema pada system genital.
f)       System psikososial
Æ  Integritas ego
@ Stressor : financial, hubungan dan komunikasi
@ Merasa tidak mampu dan lemah
@ Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung
@ Perubahan body image
@ Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif
@ Pemahaman klien dan keluarga terhadap diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang.
Æ  Interaksi social
@ Denial, menarik diri dari lingkungan
@ Perubahan fungsi peran dikeluarga dan masyarakat.

B.           Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan menurut Marilynn E.Denges, 1999 adalah sebagai berikut :
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.
2)      Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
3)      Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
4)      Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
5)      Perubahan proses piker sehubungan dengan perubahan fisiologis.
6)      Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
7)      Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
8)      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

C.           Intervensi dan Implementasi
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji masukkan dan haluaran pasien setiap hari.
R : mengidentifikasi kekurangan kalori setiap hari.
Ø  Anjurkan pasien mempertahankan masukkan makanan harian sesuai anjuran diet yang ditentukan.
R : membantu pasien menyadari kebutuhan dietnya.
Ø  Ukur massa otot melalui lipatan trisep atau tonus otot.
R : mengkaji keadekuatan nutrisi melalui pengukuran perubahan deposit lemak yang menentukan ada/tidaknya katabolisme jaringan.
Ø  Perhatikan adanya mual/muntah.
R : mengidentifikasi gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen, mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø  Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu.
R : Dapat meningkatkan pemasukan oral dan meningkatakan perasaan control/tanggung jawab.
Ø  Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
R : meningkatkan pemasukan nutrisi.
Ø  Berikan perawatan mulut sering.
R : menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak enak dimulut.
Ø  Kolaborasi, kebutuhan diet dengan ahli gizi.
R : berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Ø  Kolaborasi, pemberian multivitamin.
R : menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia atau selama dialysis.
Ø  Kolaborasi, pengawasan kadar protein/albumin serum.
R : merupakan indikator kebutuhan protein.
Ø  Kolaborasi, pemberian antiemetik.
R : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
Ø  Kolaborasi, sarankan penggunaan selang nasogastrik jika diindikasikan.
R : diperlukan jika terjadi muntah menetap atau bila makan enteral diinginkan.

2.      Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji keterbatasan aktivitas.
R : mempengaruhi intervensi.
Ø  Ubah posisi secara sering bila tirah baring; dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal.
R : menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot,/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit.
Ø  Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
R : Mencegah iritasi kulit.
Ø  Dorong napas dalam dan batuk.
R : memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru.
Ø  Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien (pengunjung, radio/TV, buku).
R : menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.
Ø  Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif.
R : mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.
Ø  Buat dalam rencana program aktivitas dengan masukkan dari pasien.
R : meningkatkan energi pasien dan mengontrol perasaan sejahtera.

3.      Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
Intervensi / Implementasi
Ø  Tentukan skala kemampuan pasien untuk berpartisispasi dalam aktivitas perawatan diri (skala 0-4).

Æ  0 =    mandiri penuh
Æ  1 =    memerlukan penggunaan alat
Æ  2 =    memerlukan bantuan bantuan orang llain untuk pertolongan, pengawasan, pengajaran.
Æ  3 =    membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan/alat bantu.
Æ  4 =    ketergantungan penuh/tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas.
R : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan/kebutuhan.
Ø  Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan yang diperlukan.
R : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan kemandirian pasien.
Ø  Anjurkan untuk menggunakan teknik menghemat energi, melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi.
R : menghemat energi, menurunkan kelelahan, danmeningkatkan kemapuan pasien untuk melakukan tugas.
Ø  Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan optimal.
R : pendekatan yang tenang menurunkan frustasi, meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.

4.      Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji kemampuan defekasi , frekuensi, warna, konsistensi dan flatus.
R : menilai seberapa berat gangguan defekasi, memudahkan intervensi.
Ø  Observasi ada/tidak bising usus dan distensi abdomen.
R : bising usus mungkin hipoaktif atau hiperaktif, menandakan adanya gangguan peristaltic usus, mempengaruhi intervensi.
Ø  Instruksikan pasien dalam bantuan eleminasi, defekasi.
R : upaya meningkatkan pola defekasi normal yang optimal.
Ø  Berikan kepada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada eleminasi.
R : cairan dan serat baik untuk pencernaan, feses menjadi lunak dan mudah untuk defekasi.
Ø   Instruksikan pasien menghindari mengejan selama selama defekasi.
R : mengejan mengeluarkan banyak energi, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan, pusing dan pingsan.
Ø  Konsultasikan/kolaborasi dokter pemberian : pelembut feses, enema, laksatif.
R : membantu pasien dalam kemudahan eleminasi defekasi, feses lembut dan mudah dikeluarkan.
Ø  Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan diet.
R : Pengaturan makanan yang baik mencegah/mengurangi feses keras/kering, memudahkan defekasi.

5.      Perubahan proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji perubahan perilaku / perubahan dalam tingkat kesadaran (orientasi waktu, tempat, orang).
R : mengindikasikan tingkat toksisitas uremik, respons terhadap terjadinya komplikasi dialysis.
Ø  Berikan penjelasan sederhana tentang kondisi, orientasikan kembali dengan sering.
R : memperbaiki orientasi realita.
Ø  Berikan lingkungan aman, bila perlu pasang pagar tempat tidur.
R : mencegah trauma dan/ atau penglepasan aliran dialisis/kateter tidak hati – hati.
Ø  Selidiki keluhan sakit kepala, sehubungan dengan timbulnya mual/muntah, kacau/agitasi, hipertensi, tremor, atau kejang.
R : dapat menunjukkan terjadinya sindrom ketidakseimbangan yang dapat terjadi mendekati selesainya/menyertai hemodialisa.
Ø  Awasi perubahan dalam pola bicara, terjadinya dimensia, aktivitas mioklunos selama heaemodialisa.
R : kadang – kadang akumulasi aluminium dapat menyebabkan demensia dialisis, berlanjut ke kematian bila tidak diatasi.
Ø  Kolaborasi pengawasan BUN/kreatinin, glukosa serum, ubah/ganti konsentrasi dialisat atau tambahkan insulin sesuai indikasi.
R : mengikuti kemajuan/perbaikan azotemia.
Ø  Kolaborasi, ambil kadar aluminium sesuai indikasi.
R : peningkatan dapat memperingatkan ancaman keterlibatan serebral/demensia dialisis.
Ø  Kolaborasi, berikan obat-obatan sesuai indikasi.
R : bila terjadi sindrom disekuilibrium selama dialisis, obat – obatan mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang selama perubahan pada program dialisis atau kesinambungan terapi.

6.      Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji dan catat tingkat kecemasan pasien setiap pergantian shift.
R : tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat, panik) mungkin mengalami perubahan setiap kali pergantian shift sehingga mempengaruhi intervensi.
Ø  Kaji koping individu dalam mengatasi ansietas sebelumnya.
R : mekanisme koping yang sama mungkin diperlukan untuk mengatasi kecemasan saat ini.
Ø  Kaji kemampuan pasien dalam pengambilan keputusan.
R : pasien dengan ansietas bersikap tampak ragu – ragu, ini akan mempengaruhi intervensi.
Ø  Sediakan informasi factual menyakngkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pemahaman, mengurangi kecemasan.
Ø  Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
R : mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan nyaman.
Ø  Berikan dukungan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
R : memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya akan memberikan perasaan lega dan mengurangi ansietas.
Ø  Konsultasikan/kolaborasi dengan dokter, pengobatan untuk mengurangi ansietas.
R : ansietas berlebihan baik dari segi kualitas maupun kuaantitas memerlukan penanganan lebih lanjut seperti pemberian obat-obatan untuk memberikan perasaan tenang.

7.      Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
R : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
Ø  Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada pasien.
R : beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerimanya.
Ø  Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
R : indicator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa yang terjadi.
Ø  Kaji penggunaan substansi adiktif (contoh, alkohol), pengrusakkan diri/perilaku bunuh diri.
R : menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk menangani masalah dalam tindakan tidak efektif.
Ø  Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat/lama.
R : indentifikasi tahap yang sedang pasien alami memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut.
Ø  Akui kenormalan perasaan.
R : pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif.
Ø  Dorong pasien untuk menyatakan konflik kerja dan pribadi yang mungkin timbul, dan dengar dengan aktif.
R : membantu pasien mengidentifikasi dan solusi masalah.
8.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang kondisi, prognosis dan pengobatan saat ini.
R : mengidentifikasi seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.
Ø  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang keadaan saat ini.
R : mengurangi kecemasan, meningkatkan pengetahuan dan menghasilkan penerimaan dan kerjasama yang baik dalam proses terapi.
Ø  Anjurkan pasien dan keluarga untuk memperhatikan anjuran dietnya.
R : diet yang tepat dan benar membantu dalam proses penyembuhan.
Ø  Dorong dan berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
R : meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.
Ø  Minta pasien dan keluarga untuk mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D.          Evaluasi
1.      Menunjukkan berat badan stabil atau meningkat dengan nilai laboratorium normal.
2.      Mempertahankan mobillitas atau fungsi optimal yang dapat dilakukan.
3.      Berpartisispasi pada aktivitas sehari – hari dalam tingkat kemampuan diri/keterbatasan penyakit.
4.      Mempertahankan pola fungsi usus normal.
5.      Mengenal perubahan dalam berpikir/perilaku dan menunjukkan perilaku untuk mencegah/meminimalkan perubahan.
6.      Menyatakan perasaan cemas berkurang/terkontrol, menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif, tampak rileks/dapat tidur dan istirahat secara tepat.
7.      Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri, menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, menunjukkan adaptasi terhadap perubahan/kejadian yang telah terjadi.
8.      Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan ; melakukan tindakan secara benar dan dapat menjelaskan alas an tindakan.



DAFTAR PUSTAKA


Burnama, Erawati F. 2007,  Protap Perawatan Klien Haemodialisa. Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Sylvanus. Palangka Raya.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.
Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.


 




Gambar pasien yang menjalani hemodialisa
(dikutip dari www.medicastore.com)




















BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.          Pengkajian
1.      Identitas klien
2.      Riwayat Penyakit
a)      Riwayat penyakit infeksi
b)      Riwayat penykit batu/obstruksi
c)      Riwayat pemakaian obat-obatan
d)     Riwayat penyakit endokrin
e)      Riwayat penyakit vaskuler
f)       Riwayat penyakit jantung
3.      Data interdialisis (klien hemodialisis rutin)
Data interdialisis meliputi :
a)      Berat badan kering klien atau Dry Weight, yaitu : berat badan di mana klien merasa enak, tidak ada udema ekstrimitas, tidak merasa melayang dan tidak merasa sesak ataupun berat, nafsu makan baik, tidak anemis.
b)      Berat badan interdialisis : Berat badan hemodialisis sekarang – Berat badan post hemodialisis yang lalu (Kg).
c)      Kapan terakhir hemodialisis.
4.      Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum klien
Æ  Data subjektif : lemah badan, cepat lelah, melayang.
Æ  Data objektif : nampak sakit, pucat keabu-abuan, kurus, kadang – kadang disertai edema ekstremitas, napas terengah-engah.
b)      Kepala
š Retinopati
š Konjunktiva anemis
š Sclera ikteric dan kadang – kadang disertai mata merah (red eye syndrome).
š Rambut ronok
š Muka tampak sembab
š Bau mulut amoniak
c)      Leher
©      Vena  jugularis meningkat/tidak
©      Pembesaran kelenjar/tidak
d)     Dada
  Gerakkan napas kanan/kiri seimbang/simetris
  Ronckhi basah/kering
  Edema paru
e)      Abdomen
¯  Ketegangan
¯  Ascites (perhatikan penambahan lingkar perut pada kunjungan berikutnya).
¯  Kram perut
¯  Mual/munta
f)       Kulit
Æ  Gatal-gatal
Æ  Mudah sekali berdarah (easy bruishing)
Æ   Kulit kering dan bersisik
Æ  keringat dingin, lembab
Æ  perubahan turgor kulit
g)      Ekstremitas
Ó Kelemahan gerak
Ó Kram
Ó Edema (ekstremitas atas/bawah)
Ó Ekstremitas atas : sudahkah operasi untuk akses vaskuler
5.      Pemeriksaan persistem
a)      System kardiovaskuler
Æ  Data subjektif : sesak napas, sembab, batuk dengan dahak/riak, berdarah/tidak.
Æ  Data objektif : hipertensi, kardiomegali, nampak sembab dan susah bernapas.
b)      System pernapasan
Æ  Data subjektif : merasa susah bernapas, mudah terengah-engah saat beraktifitas.
Æ  Data objektif : edema paru, dispnea, ortopnea, kusmaul.
c)      Sistem pencernaan
Æ  Data subjektif napsu makan turun, mual/muntah, lidah hilang rasa, cegukan, diare (lender darah, encer) beberapa kali sehari.
Æ  Data objektif : cegukan, melena/tidak.
d)     Sistem Neuromuskuler
Æ  Data subjektif : tungkai lemah, parestesi, kram otot, daya konsentrasi turun, insomnia dan gelisah, nyeri/sakit kepala.
Æ  Data objektif : neuropati perifer, asteriksis dan mioklonus, nampak menahan nyeri.

e)      Sistem genito – urinaria
Æ  Data subjektif : libido menurun, noktoria, oliguria/anuria, infertilitas (pada wanita).
Æ  Data objektif : edema pada system genital.
f)       System psikososial
Æ  Integritas ego
@ Stressor : financial, hubungan dan komunikasi
@ Merasa tidak mampu dan lemah
@ Denial, cemas, takut, marah, mudah tersinggung
@ Perubahan body image
@ Mekanisme koping klien/keluarga kurang efektif
@ Pemahaman klien dan keluarga terhadap diagnosis, penyakit dan perawatannya, kadang masih kurang.
Æ  Interaksi social
@ Denial, menarik diri dari lingkungan
@ Perubahan fungsi peran dikeluarga dan masyarakat.

B.           Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan menurut Marilynn E.Denges, 1999 adalah sebagai berikut :
1)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.
2)      Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
3)      Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
4)      Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
5)      Perubahan proses piker sehubungan dengan perubahan fisiologis.
6)      Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
7)      Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
8)      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.

C.           Intervensi dan Implementasi
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan anoreksia, hilangnya protein selama dialisis, pembatasan diet.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji masukkan dan haluaran pasien setiap hari.
R : mengidentifikasi kekurangan kalori setiap hari.
Ø  Anjurkan pasien mempertahankan masukkan makanan harian sesuai anjuran diet yang ditentukan.
R : membantu pasien menyadari kebutuhan dietnya.
Ø  Ukur massa otot melalui lipatan trisep atau tonus otot.
R : mengkaji keadekuatan nutrisi melalui pengukuran perubahan deposit lemak yang menentukan ada/tidaknya katabolisme jaringan.
Ø  Perhatikan adanya mual/muntah.
R : mengidentifikasi gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen, mempengaruhi pilihan intervensi.
Ø  Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perencanaan menu.
R : Dapat meningkatkan pemasukan oral dan meningkatakan perasaan control/tanggung jawab.
Ø  Berikan makanan sedikit dan frekuensi sering.
R : meningkatkan pemasukan nutrisi.
Ø  Berikan perawatan mulut sering.
R : menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak enak dimulut.
Ø  Kolaborasi, kebutuhan diet dengan ahli gizi.
R : berguna untuk program diet individu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Ø  Kolaborasi, pemberian multivitamin.
R : menggantikan kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia atau selama dialysis.
Ø  Kolaborasi, pengawasan kadar protein/albumin serum.
R : merupakan indikator kebutuhan protein.
Ø  Kolaborasi, pemberian antiemetik.
R : menurunkan stimulasi pada pusat muntah.
Ø  Kolaborasi, sarankan penggunaan selang nasogastrik jika diindikasikan.
R : diperlukan jika terjadi muntah menetap atau bila makan enteral diinginkan.

2.      Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan terapi pembatasan, penurunan kekuatan/tahanan, gangguan persepsi/kognitif.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji keterbatasan aktivitas.
R : mempengaruhi intervensi.
Ø  Ubah posisi secara sering bila tirah baring; dukung bagian tubuh yang sakit/sendi dengan bantal.
R : menurunkan ketidaknyamanan, mempertahankan kekuatan otot,/mobilitas sendi, meningkatkan sirkulasi, dan mencegah kerusakan kulit.
Ø  Pertahankan kebersihan dan kekeringan kulit, pertahankan linen kering dan bebas kerutan.
R : Mencegah iritasi kulit.
Ø  Dorong napas dalam dan batuk.
R : memobilisasi sekresi, memperbaiki ekspansi paru.
Ø  Berikan pengalihan dengan tepat pada kondisi pasien (pengunjung, radio/TV, buku).
R : menurunkan kebosanan, meningkatkan relaksasi.
Ø  Bantu dalam latihan rentang gerak aktif/pasif.
R : mempertahankan kelenturan sendi, mencegah kontraktur dan membantu dalam menurunkan tegangan otot.
Ø  Buat dalam rencana program aktivitas dengan masukkan dari pasien.
R : meningkatkan energi pasien dan mengontrol perasaan sejahtera.

3.      Kurang perawatan diri sehubungan dengan intoleransi aktivitas.
Intervensi / Implementasi
Ø  Tentukan skala kemampuan pasien untuk berpartisispasi dalam aktivitas perawatan diri (skala 0-4).

Æ  0 =    mandiri penuh
Æ  1 =    memerlukan penggunaan alat
Æ  2 =    memerlukan bantuan bantuan orang llain untuk pertolongan, pengawasan, pengajaran.
Æ  3 =    membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan/alat bantu.
Æ  4 =    ketergantungan penuh/tidak dapat berpartisipasi dalam aktivitas.
R : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangan/kebutuhan.
Ø  Berikan bantuan aktivitas sesuai dengan yang diperlukan.
R : memenuhi kebutuhan dengan mendukung partisipasi dan kemandirian pasien.
Ø  Anjurkan untuk menggunakan teknik menghemat energi, melakukan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi.
R : menghemat energi, menurunkan kelelahan, danmeningkatkan kemapuan pasien untuk melakukan tugas.
Ø  Jadwalkan aktivitas yang memungkinkan pasien cukup waktu untuk menyelesaikan tugas pada kemampuan optimal.
R : pendekatan yang tenang menurunkan frustasi, meningkatkan partisipasi pasien, meningkatkan harga diri.

4.      Risiko tinggi terhadap konstipasi sehubungan dengan penurunan masukkan cairan, perubahan pola diet, penurunan motilitas usus.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji kemampuan defekasi , frekuensi, warna, konsistensi dan flatus.
R : menilai seberapa berat gangguan defekasi, memudahkan intervensi.
Ø  Observasi ada/tidak bising usus dan distensi abdomen.
R : bising usus mungkin hipoaktif atau hiperaktif, menandakan adanya gangguan peristaltic usus, mempengaruhi intervensi.
Ø  Instruksikan pasien dalam bantuan eleminasi, defekasi.
R : upaya meningkatkan pola defekasi normal yang optimal.
Ø  Berikan kepada pasien tentang efek diet (cairan dan serat) pada eleminasi.
R : cairan dan serat baik untuk pencernaan, feses menjadi lunak dan mudah untuk defekasi.
Ø   Instruksikan pasien menghindari mengejan selama selama defekasi.
R : mengejan mengeluarkan banyak energi, sehingga dapat mengakibatkan kelelahan, pusing dan pingsan.
Ø  Konsultasikan/kolaborasi dokter pemberian : pelembut feses, enema, laksatif.
R : membantu pasien dalam kemudahan eleminasi defekasi, feses lembut dan mudah dikeluarkan.
Ø  Kolaborasi ahli gizi untuk kebutuhan diet.
R : Pengaturan makanan yang baik mencegah/mengurangi feses keras/kering, memudahkan defekasi.

5.      Perubahan proses pikir sehubungan dengan perubahan fisiologis.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji perubahan perilaku / perubahan dalam tingkat kesadaran (orientasi waktu, tempat, orang).
R : mengindikasikan tingkat toksisitas uremik, respons terhadap terjadinya komplikasi dialysis.
Ø  Berikan penjelasan sederhana tentang kondisi, orientasikan kembali dengan sering.
R : memperbaiki orientasi realita.
Ø  Berikan lingkungan aman, bila perlu pasang pagar tempat tidur.
R : mencegah trauma dan/ atau penglepasan aliran dialisis/kateter tidak hati – hati.
Ø  Selidiki keluhan sakit kepala, sehubungan dengan timbulnya mual/muntah, kacau/agitasi, hipertensi, tremor, atau kejang.
R : dapat menunjukkan terjadinya sindrom ketidakseimbangan yang dapat terjadi mendekati selesainya/menyertai hemodialisa.
Ø  Awasi perubahan dalam pola bicara, terjadinya dimensia, aktivitas mioklunos selama heaemodialisa.
R : kadang – kadang akumulasi aluminium dapat menyebabkan demensia dialisis, berlanjut ke kematian bila tidak diatasi.
Ø  Kolaborasi pengawasan BUN/kreatinin, glukosa serum, ubah/ganti konsentrasi dialisat atau tambahkan insulin sesuai indikasi.
R : mengikuti kemajuan/perbaikan azotemia.
Ø  Kolaborasi, ambil kadar aluminium sesuai indikasi.
R : peningkatan dapat memperingatkan ancaman keterlibatan serebral/demensia dialisis.
Ø  Kolaborasi, berikan obat-obatan sesuai indikasi.
R : bila terjadi sindrom disekuilibrium selama dialisis, obat – obatan mungkin diperlukan untuk mengontrol kejang selama perubahan pada program dialisis atau kesinambungan terapi.

6.      Ansietas sehubungan dengan krisis situasional, ancaman kematian.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji dan catat tingkat kecemasan pasien setiap pergantian shift.
R : tingkat kecemasan (ringan, sedang, berat, panik) mungkin mengalami perubahan setiap kali pergantian shift sehingga mempengaruhi intervensi.
Ø  Kaji koping individu dalam mengatasi ansietas sebelumnya.
R : mekanisme koping yang sama mungkin diperlukan untuk mengatasi kecemasan saat ini.
Ø  Kaji kemampuan pasien dalam pengambilan keputusan.
R : pasien dengan ansietas bersikap tampak ragu – ragu, ini akan mempengaruhi intervensi.
Ø  Sediakan informasi factual menyakngkut diagnosis, perawatan dan prognosis.
R : meningkatkan pemahaman, mengurangi kecemasan.
Ø  Instruksikan pasien tentang penggunaan teknik relaksasi.
R : mengurangi ketegangan, meningkatkan perasaan nyaman.
Ø  Berikan dukungan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
R : memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya akan memberikan perasaan lega dan mengurangi ansietas.
Ø  Konsultasikan/kolaborasi dengan dokter, pengobatan untuk mengurangi ansietas.
R : ansietas berlebihan baik dari segi kualitas maupun kuaantitas memerlukan penanganan lebih lanjut seperti pemberian obat-obatan untuk memberikan perasaan tenang.

7.      Gangguan citra tubuh sehubungan dengan krisis situasional, penyakit kronis.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang kondisi dan pengobatan, dan ansietas sehubungan dengan situasi saat ini.
R : mengidentifikasi luas masalah dan perlunya intervensi.
Ø  Diskusikan arti kehilangan/perubahan pada pasien.
R : beberapa pasien memandang situasi sebagai tantangan, beberapa sulit menerimanya.
Ø  Perhatikan perilaku menarik diri, tidak efektif menggunakan pengingkaran atau perilaku yang yang mengindikasikan terlalu mempermasalahkan tubuh dan fungsinya.
R : indicator terjadinya kesulitan menangani stress terhadap apa yang terjadi.
Ø  Kaji penggunaan substansi adiktif (contoh, alkohol), pengrusakkan diri/perilaku bunuh diri.
R : menunjukkan disfungsi koping dan upaya untuk menangani masalah dalam tindakan tidak efektif.
Ø  Tentukan tahap berduka. Perhatikan tanda depresi berat/lama.
R : indentifikasi tahap yang sedang pasien alami memberikan pedoman untuk mengenal dan menerima perilaku dengan tepat. Depresi lama menunjukkan perlunya intervensi lanjut.
Ø  Akui kenormalan perasaan.
R : pengenalan perasaan tersebut diharapkan membantu pasien untuk menerima dan mengatasi secara efektif.
Ø  Dorong pasien untuk menyatakan konflik kerja dan pribadi yang mungkin timbul, dan dengar dengan aktif.
R : membantu pasien mengidentifikasi dan solusi masalah.
8.      Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat, tidak mengenal sumber informasi, keterbatasan kognitif.
Intervensi / Implementasi
Ø  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang kondisi, prognosis dan pengobatan saat ini.
R : mengidentifikasi seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya.
Ø  Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang keadaan saat ini.
R : mengurangi kecemasan, meningkatkan pengetahuan dan menghasilkan penerimaan dan kerjasama yang baik dalam proses terapi.
Ø  Anjurkan pasien dan keluarga untuk memperhatikan anjuran dietnya.
R : diet yang tepat dan benar membantu dalam proses penyembuhan.
Ø  Dorong dan berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
R : meningkatkan proses belajar, meningkatkan pengambilan keputusan, dan menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan.
Ø  Minta pasien dan keluarga untuk mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.
R : mengetahui seberapa jauh pemahaman pasien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

D.          Evaluasi
1.      Menunjukkan berat badan stabil atau meningkat dengan nilai laboratorium normal.
2.      Mempertahankan mobillitas atau fungsi optimal yang dapat dilakukan.
3.      Berpartisispasi pada aktivitas sehari – hari dalam tingkat kemampuan diri/keterbatasan penyakit.
4.      Mempertahankan pola fungsi usus normal.
5.      Mengenal perubahan dalam berpikir/perilaku dan menunjukkan perilaku untuk mencegah/meminimalkan perubahan.
6.      Menyatakan perasaan cemas berkurang/terkontrol, menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif, tampak rileks/dapat tidur dan istirahat secara tepat.
7.      Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi negative pada diri sendiri, menyatakan penerimaan terhadap situasi diri, menunjukkan adaptasi terhadap perubahan/kejadian yang telah terjadi.
8.      Menyatakan pemahaman tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan ; melakukan tindakan secara benar dan dapat menjelaskan alas an tindakan.



DAFTAR PUSTAKA


Burnama, Erawati F. 2007,  Protap Perawatan Klien Haemodialisa. Instalasi Dialisis RSUD Dr. Doris Sylvanus. Palangka Raya.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Ed.3. Jakarta : EGC.
Nursalam, M.Nurs, DR (Hons). 2006. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika.